Kontroversi Pemberitaan Dugaan Pemerasan Sopir Tangki Pertamina: Investigasi Jurnalis Mengungkap Fakta Baru

METROSURYA.COM,  SURABAYA – Pemberitaan mengenai dugaan pemerasan terhadap seorang sopir tangki Pertamina berinisial BT menarik perhatian kalangan jurnalis. Hal ini mendorong sejumlah jurnalis untuk melakukan investigasi lebih mendalam terkait peristiwa yang diduga melibatkan fitnah dari seseorang berinisial Yudha/Hendra terhadap BS—seorang jurnalis sekaligus Pimpinan Redaksi media online www.busercyber.com—pada Selasa (28/1/2025).

Ketertarikan para jurnalis terhadap kasus ini bermula dari pemberitaan media online www.mediasuararakyatindonesia.id. Diketahui bahwa salah satu Redaktur Pelaksana media tersebut, Nicky Yudha Aretinda, diduga menyebarkan narasi yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Pemberitaan itu hanya bersumber dari satu pihak tanpa verifikasi langsung.

Lebih lanjut, banyak media lain diduga hanya menyalin (copy-paste) pemberitaan dari mediasuararakyatindonesia.id, dengan nama penulis Hendra/Yudha. 

Pemberitaan yang Diduga Menyesatkan
Media tersebut mengangkat isu dengan tajuk "Gerombolan Oknum Wartawan dan LSM Diduga Memeras Sopir Tangki BBM Pertamina", yang disebut-sebut menyebabkan sopir tersebut dipecat dari pekerjaannya. Namun, investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa laporan itu merupakan hasil rekayasa.

Menanggapi hal ini, BS—yang disebut sebagai salah satu pelaku pemerasan—menyampaikan klarifikasinya. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam peristiwa tersebut dan bahkan tidak berada di lokasi kejadian saat insiden itu berlangsung.

"Saya tidak berada di tempat kejadian saat oknum wartawan diduga melakukan pemerasan," ungkap BS melalui sambungan telepon WhatsApp.

BS juga mengaku telah berupaya menghubungi Nicky Yudha untuk melakukan klarifikasi. Ia bahkan meminta bantuan rekan-rekan jurnalis lainnya agar Yudha memberikan tanggapan dalam waktu 2x24 jam. Namun, respons yang diberikan terkesan berbelit-belit, bahkan nomor kontak yang bersangkutan dikabarkan sulit dihubungi.

"Sebagai seorang jurnalis, Nicky Yudha seharusnya tidak perlu berbelit-belit dalam memberikan klarifikasi. Jika memang memiliki bukti nyata, seharusnya ia segera menyampaikannya tanpa harus menunda-nunda lebih dari 2x24 jam," tambah BS.

Investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa peristiwa ini bermula dari dugaan penyelewengan isi muatan BBM oleh seorang sopir tangki merah putih milik Pertamina di wilayah Prapat Kurung. Seorang jurnalis berinisial CI diketahui telah membuntuti sopir tersebut hingga ke SPBU Trosobo, lokasi yang tercantum dalam dokumen pengiriman (delivery order).

Di SPBU tersebut, beberapa jurnalis melakukan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sopir dan kernet truk. Merasa terancam akan dilaporkan ke pihak Pertamina atau kepolisian, sopir tersebut akhirnya mengajak lima wartawan untuk berdamai melalui kesepakatan bersama.

Kasus ini mencerminkan pentingnya memahami hukum sebab-akibat dalam setiap pelanggaran. Pemberitaan yang hanya melihat dari satu sudut pandang tanpa konfirmasi dapat menimbulkan kesalahpahaman dan merusak reputasi pihak yang disebutkan dalam berita.

Saling serang dan tudingan melalui karya tulis antarsesama jurnalis justru menunjukkan adanya konflik kepentingan dan tidak mencerminkan profesionalisme. Padahal, UU RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur hak jawab bagi pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.

Dugaan penyelewengan BBM dan dugaan pemerasan oleh oknum wartawan serta LSM seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak. Daripada menjadi ajang saling serang, peristiwa ini seharusnya menjadi momentum bagi insan pers untuk menjaga integritas dan menjunjung tinggi etika jurnalistik. (Red)

Editor : redaksi

Berita Terbaru