METROSURYA.COM || SURABAYA – Kasus perundungan atau bullying di SMP Negeri 26 Surabaya kembali mencuat dan menarik perhatian publik. Kali ini, korban adalah seorang siswi yang diduga menjadi sasaran penghinaan dari tiga teman satu kelompok belajarnya.
Orang tua korban, berinisial EY, yang juga pengurus Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kota Surabaya, menyampaikan protes keras atas perlakuan yang dialami putrinya. Ia mengungkapkan bahwa tindakan tersebut telah berdampak serius pada kesehatan psikologis anaknya.
EY menjelaskan bahwa putrinya mengalami tekanan psikologis yang berat akibat hinaan dan cemoohan yang diterima melalui aplikasi WhatsApp. "Psikis anak saya mulai terganggu. Dia kehilangan nafsu makan, takut ke sekolah, dan sering menangis," ujarnya, Jumat (15/11/2024).
Tidak terima dengan perlakuan tersebut, EY bersama istrinya mendatangi pihak sekolah didampingi kuasa hukum mereka, Advokat Weisal Karni, S.H., dari Badan Pembinaan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (BPPH-PP) Kota Surabaya.
"Kami menuntut pihak sekolah bertanggung jawab dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang telah menghina anak kami dengan kata-kata tidak pantas," tegas EY.
Kepala SMPN 26 Surabaya, Alifah, S.Pd., menanggapi keluhan ini dengan menyatakan bahwa pihaknya telah mengupayakan mediasi antara kedua belah pihak.
"Kami sudah mempertemukan orang tua korban dan pelaku beserta orang tuanya. Jika masih ada ketidakpuasan, kami persilakan untuk melapor ke pihak kepolisian," ujar Alifah.
Ia juga menekankan bahwa sekolah terus berupaya mencegah kasus perundungan melalui pembinaan karakter siswa.
"Kami melakukan pengawasan melalui upacara bendera, peran wali kelas, dan kegiatan pembelajaran di kelas. Namun, upaya ini membutuhkan dukungan dari semua pihak," tambahnya.
Meski demikian, EY merasa langkah-langkah yang dilakukan pihak sekolah belum cukup efektif. Ia berencana melaporkan kasus ini ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya jika pelaku tidak mendapat sanksi yang tegas.
"Saya khawatir anak saya semakin trauma dan melakukan hal-hal negatif jika kasus ini terus diabaikan," ujarnya dengan nada cemas.
Kasus ini menjadi perhatian publik di Surabaya karena mencerminkan maraknya perundungan di lingkungan sekolah yang dapat memengaruhi kondisi psikologis korban. EY berharap Wali Kota Surabaya dapat memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
"Kami berharap ada langkah konkret untuk mencegah perundungan di sekolah agar tidak ada lagi korban yang mengalami hal serupa," pungkasnya.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya sinergi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi siswa. (DEX)
Editor : redaksi