Situbondo, Metrosurya.com - Aparat Kepolisian Situbondo berhasil mengamankan lima tersangka yang terlibat dalam penyelewengan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi. Kelima tersangka yang diamankan adalah ADC/AP, seorang pengepul solar bersubsidi; MAL, sopir tangki; AAM, kernet; MFR, pembeli; dan R, penghubung. Mereka ditangkap karena terbukti memanipulasi distribusi BBM bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi nelayan dan petani.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Situbondo pada Senin (9/9/2024), Kapolres Situbondo, AKBP Rezi Darmawan, menjelaskan modus operandi komplotan tersebut. "Para pelaku menggunakan kendaraan tangki dan motor roda tiga untuk mengalihkan solar subsidi dari SPBU. Mereka memanfaatkan rekomendasi nelayan untuk membeli solar dengan harga subsidi Rp 6.800 per liter, kemudian menjualnya kembali dengan harga Rp 7.300 per liter," ungkap AKBP Rezi.
Praktik ilegal ini tidak hanya menyebabkan kelangkaan solar bagi nelayan dan petani yang sangat membutuhkannya, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Kapolres menambahkan bahwa aparat menyita delapan drum berisi solar serta peralatan yang digunakan untuk memindahkan BBM, seperti pompa dan selang.
Pengungkapan sindikat mafia solar ini bermula dari keluhan para nelayan di Panarukan yang kesulitan mendapatkan solar bersubsidi untuk melaut. Aparat penegak hukum kemudian melakukan penyelidikan mendalam dan berhasil mengungkap jaringan pelaku, yang ternyata juga menjual BBM tersebut ke luar wilayah Situbondo demi keuntungan pribadi.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pelaku penyelewengan BBM bersubsidi. "Ini adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada solar untuk kebutuhan melaut dan bertani," tutup AKBP Rezi.
Atas perbuatan mereka, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 55 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dalam UU RI No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara. (Red)
Editor : redaksi